Halo, lama tak mengisi artikel di blog ini. Sesuai dengan Pengumuman kemarin bahwa blog ini untuk sementara hiatus dalam waktu yang tidak ditentukan. Dan pada kesempatan kali ini saya akan mengisi sebuah artikel yang berhubungan dengan polemik jual beli smartphone. Apakah yang menjadi polemik? jadi begini saya pernah main ke forum Komunitas Android Indonesia dan disana tedapat perdebatan yang belum sengit (karena tidak ada baunya bung.haha). Disana memperdebatkan apakah smartphone merk G (saya samarkan) yang diedarkan oleh distributor non resmi itu telah membayar pajak? Saya sih dulu pernah berdiskusi dengan teman saya yang sudah kerja di Bea dan Cukai (masih setahun juga sih). Dan saya berdiskusi soal masuknya smartphone merk G tersebut yang saya nilai tidak resmi (sekitar akhir tahun lalu) yang nanti ada kaitannya soal pajak nanti.
Jadi begini (kata teman saya). Untuk memasukkan ponsel ke negara Indonesia, harus melalui serangkaian aturan yang telah didesain oleh Kementrian Perdagangan. Oke, disini teman saya malas untuk membuka dan mencari-cari aturan yang berlaku tentang pembelian ponsel/smartphone. Tapi dia memberi saya sebuah informasi yang sudah terangkum dan mudah untuk dibaca (karena sudah dijabarkan juga isi aturannya). Berikut informasinya:
Jakarta (26/09) – Bagi anda yang sering melakukan pembelian barang
dari luar negeri salah satu alternatif pengiriman yang dapat digunakan
adalah dengan menggunakan perusahaan jasa titipan (PJT). PJT adalah
perusahaan yang menangani layanan kiriman secara ekspres atau peka
waktu, memiliki ijin penyelenggaraan jasa titipan dari instansi terkait
serta mendapatkan persetujuan untuk melaksanakan kegiatan kepabeanan
dari Kepala Kantor Pelayanan Bea Cukai.
Salah satu transaksi yang
paling cukup sering dilakukan adalah pembelian telepon seluler dari
luar negeri. Lalu bagaimanakah aturan terkait kegiatan ini? Kepala
Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Deni Surjantoro mengatakan
“Perusahaan Jasa Titipan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
P-05/BC/2006 jo. P-09/BC/2006. Sementara peraturan yang mengatur terkait
pembelian telepon seluler dari luar negeri melalui PJT diatur dalam
Peraturan Menteri Perdagangan nomor 38/2013. Dalam peraturan itu diatur
bahwa hanya diperbolehkan membeli sebanyak dua unit per pengiriman.”
Deni juga menambahkan bahwa terhadap barang kiriman melalui PJT
diberikan pembebasan Bea Masuk dengan nilai pabean paling banyak sebesar
USD 50.00 untuk setiap orang per kiriman. “Kelebihan atas nilai
tersebut akan dikenakan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 188 tahun 2010.”
Bea
Cukai juga menyediakan aplikasi untuk perhitungan Bea Masuk dan PDRI
yang dapat diunduh di Google Playstore, atau dengan mengakses secara
online Kalkulator Bea Masuk dan PDRI dalam tautan di
bctemas.beacukai.go.id/kalkulator. Dengan aplikasi tersebut pengguna
dapat mengetahui berapa besar Bea Masuk dan PDRI yang harus dibayar saat
membeli barang dari luar negeri.
Sumber: LINK
PJT disini kurang familiar ya dikalangan konsumen. Saya malah merujuk seperti ebay.blanja.com atau titipjepang.com gitu.hahaha Dan setelah saya baca literatur lain yah ternyata seperti JNE, TIKI, Pos Indonesia begitu. Jadi apakah kita bisa beli ponsel dari luar negeri ke mereka? ya tidak begitu. Mereka hanya bisa melayani jasa kirim barang dari tempat bea cukai ke tempat alamat konsumen Indonesia. Sebelum itu ya yang mengirimkan adalah perusahaan kurir luar negeri.Hubungannya PJT dengan beli ponsel dari luar negeri apa? ternyata beli ponselnya tidak asal banyak. Hanya boleh 2 buah ponsel per 1 pengiriman. Gimana bila kita impor atau beli ponsel di atas kuantiti tersebut? kata teman saya itu masuk ke Peraturan Menteri Perdagangan no 38/M-DAG/PER/8/2013. Wedew, itu kan banyak aturannya?
Tenang, Teman saya bersedia untuk merangkumkan peraturan mana saja yang penting untuk dibahas. Berikut aturan yang penting soal Import Ponsel:
- Aturan pada Pasal 7, yaitu menjelaskan syarat-syarat untuk medapatkan PI (Persetujuan Impor). Didalam syarat tersebut menyebutkan bahwa importir harus memberikan fotokopi serfikasi dari produk yang akan diimpor dari Direktorat Jendral Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (itu lho uji sertifikasi pada situs postel.go.id). Dan nantinya juga berkaitan aturan TKDN untuk ponsel 4G (3G mah bebas soal aturan TKDN)
- Pada pasal 7 juga menyebutkan bahwa importir harus memiliki surat penunjukan dari prinsipal pemegang merk/pabrik/distributor resmi luar negeri serta rencana impor dalam 1 tahun.
Aturan terkait import ponsel dalam jumlah besar (lebih dari 2) |
Dari beberapa aturan di atas dapat menjelaskan kepada kita bahwa untuk menjadi importir ponsel harus melewati syarat pada pasal 7 tersebut. Sehingga nantinya akan disebut importir resmi, karena jumlah ponsel yang di impor banyak dan pemegang merk dari ponsel yang diimpor sudah menunjuk kita secara resmi. Nah sekarang apakah distributor non resmi tadi membayar pajak terhadap pembelian smarphone?
kita tekankan lagi karena sifatnya distributor non resmi, sehingga cara mendatangkan smartphonenya tidak seperti pada Peraturan Menteri Perdagangan (sesuai pasal 7 tadi). Sehingga mereka melewati jalan lain
Jalan lain? jalan lain apa yang dimaksud?
Menurut sepengetahuanku ada 2 jalan lain yang ditempuh. Yang pertama adalah mereka membeli via situs jual beli online skala internasional. Namun jalan ini punya kendala. Yaitu pembelian dibatasi 2 unit per pengiriman (bukan per orang). Sehingga untuk order banyak kita tidak bisa seenaknya saja melakukan hal itu, karena nanti akan terkena peraturan menteri perdagangan tadi.
Ya berarti kita beli saja 2 unit per 1 kali transaksi, terus bayar, beli lagi 2 terus bayar, begitu terus sampai banyak, bisa kan?
Yap itu bisa, tapi adalagi kelemahannya. Kelemahannya adalah kita harus membayar pajak. Bagaimana mekanisme pajaknya? saya beri gambaran seperti artikel in>> LINK . Disana seorang konsumen membeli produk smartphone seharga 2 jutaan(1 unit). Sehingga pajak yang dia bayarkan adalah 500ribu (menurut blogger tersebut sih seharusnya kurang dari itu, kisaran 300ribu bila saat pembelian pihak PJT menyertakan NPWPnya dan harga taksirnya dibawah harga taksir pihak bea cukai (ya maklum biar pemasukan negara tambah banyak)). Nah sekarang logikanya bila ingin menjual barang dan dapat untung maka penjual harus memasang dengan harga lebih dari yang dibeli. Yaitu, harga unit+pajak(beserta pengiriman)+keuntungan. Dan saya yakin harganya akan jadi mahal. Oh ya, masalah pajak tadi saya tidak tahu apakah itu diberlakukan secara masing-masing unit atau per paket (2 unit dalam 1 pajak), tapi sepertinya sama saja malah makin mahal harganya bila harus dijual lagi. Itu masih masalah pajak, belum masalah pengiriman. Memang toko online internasional ada yang memberlakukan free shipping. Dan kita bisa menggunakan celah itu agar harganya sedikit murah, tapi itu ada kelemahannya, barang lama datangnya. Bisa lebih dari 2 minggu. Tapi ya tetap kena pajak kok.
Terus, kenapa ponsel yang distributor non resmi harganya bisa bersaing (bahkan murah) bila dibandingkan bila kita membeli lewat toko online internasional?
Ya satu-satunya jalan yang bisa dilakukan agar harga bisa bersaing adalah meniadakan pajak. Ya lewat jalur belakang (pengiriman ilegal). Ya itu sih menurutku (dan diperkuat pendapat teman saya tadi). Kalau lewat jalur belakang, pajak tidak ada, kuantitas bisa banyak, maka harga yang dipatok bisa dibawah harga bila beli toko online internasional tadi. Sisanya tinggal distributor tadi mainkan margin labanya saja. Mau besar karena peminatnya banyak, atau kecil bila produk yang dijual sudah mulai kehabisan hegemoninya.
Memang saya sendiri bukan ahli dibidang perdagangan export import ponsel. Bisa saja ada jalan lain yang bisa ditempuh agar harganya bisa ditekan semaksimal mungkin saat pembelian toko online internasional. Tapi ya entah jalan apa yang digunakan agar hal tersebut dapat terwujud. Barangkali pembaca ada yang tahu soal itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar